Kamis, 16 April 2015

Manajemen Bimbingan Konseling dalam Pesantren By Yana Mardiana

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kemajuan berfikir dan kesadaran manusia terkadang selalu menyimpang dengan tujuan apa yang hendak dicapai. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh santri/murid terkadang tidak sesuai dengan tindakan apa yang dingin dicapai. Penyimpangan ini bisa saja terjadi karena proses pebelajaran, karier ataupun masalah-masalah yang lain yang dapat menghambat pencapaian tujuan siswa/murid/santi di pesantren.
Dengan keadaan seperti itu maka membutuhkan bimbingan dari konselor yang sudah ahli dalam bidangnya untuk mengarahkan murid/santri agar lebih optimal dalam menjalini tujuan hidup santri dipesantren.
Bimbingan di pesantren merupakan proses pemberian bantuan kepada murid/santri, dengan memperhatikan murid/santri itu sebagai individu dan makhluk sosial serta memperhatikan adanya perbedaan—perbedaan individu, agar murid/santri itu dapat membuat tahap maju seoptimal mungkin dalam proses perkembangannya dan agar ia dapat menolong untuk mensejahterkan mental.
Bimbingan harus dilakukan secara terus menerus (continue), yang artinya bimbingan dilakukan untuk mengarahkan dan memahami dirinya jika terdapat perlakuan yang tidak wajar yang sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah mapuan masyarakat. akibat dari permasalah diatas Maka dari itu disini pemakalah mencoba menjelaskan atau menguraikan masalah ini dengan mengambil judul “ Bimbingan dan konseling di pesantren dan perpustakaan di pesantren ”.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas pemakalah mengambil rumusan masalah sebagaI berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan Bimbingan dan Konseling ?
2.      Apa fungsi, tujuan dan prinsip bimbingan dan konseling ?
3.      Bagaimana proses bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan?
4.      Bagaimana perananan kepala sekolah, guru dan wali kelas dalam bimbingan dan konseling di sekolah?
5.      Apa yang dimaksud dengan Perpustakaan ?
6.      Apa fungsi dan tujuan  Perpusataakan di Pesantren ?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dalam ingin dicapai adalah :
1.      Untuk mengetahui bimbingan dan konseling serta perpustaakan yang baik dan efektif.
2.      Untuk belajar mengimplementasikan bimbingan dan konseling di pesantren.
3.      Untuk menciptakan arahan yang baik bagi murid/santri dengan adanya bimbingan dan konseling.
4.      Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah manajemen pesantren.















BAB II
PEMBAHASAN

Bimbingan dan Konseling di Pesantren
A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling

1.      Pengertian Bimbingan.
                  Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan.Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908.Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson,1951).Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.[1]
Pengertin bimbingan yang dikemukan oleh Rochman Natawidjaja (1972) didalam buku “ Bimbingan Pendidikan dalam Pesantren Pembangunan”, ia mengidentifikasikan bimbingan sebagai berikut :
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara terus menerus(continue), supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia dapat mengarahkan diri dan bertidnak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya.
Penjelasan diatas masih bersifat umum mengenai bimbingan. Apabila pengertian bimbingan di aplikasikan dalam dunia pendidikan di pesantren, pengertian bimbingan dpat diartikan sebagi berikut :
Bimbingan di pesantren merupakan proses pemberian bantuan kepada murid/santri, dengan memperhatikan murid/santri itu sebagai individu dan makhluk sosial serta memperhatikan adanya perbedaan—perbedaan individu, agar murid/santri itu dapat membuat tahap maju seoptimal mungkin dalam proses perkembangannya dan agar ia dapat menolong  dirinya, menganalisis dan memecahkan masalah-masalahnya semuanya demi memajukan kebahagiaan hidup, terutama ditekankan pada kesejahteraan mental (Diadaptasi dari Mashud, 2000). [2]

Bimbingan dalam islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. [3]
2.      Pengertian Konseling
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseling agar konseling mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseling merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004; 105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara dengan teratasinya masalah yang dihadapi klien.[4]

B.     Landasan, Fungsi, Tujuan dan Prinsip bimbingan Konseling
1.      Landasan Bimbingan dan Konseling
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu  sebagai berikut : [5]
a)      Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.
b)     Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
(1)   Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
(2)   Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada.


(3)   Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
(4)   Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu.
(5)   Kepribadian
Menurut pendapat Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
c)      Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana iahidup.
d)     Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventori atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

2.      Fungsi Bimbinan dan Konseling
Adapun Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
a)      Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
b)      Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli.
c)      Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.
d)     Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif.
e)      Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
f)       Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli.
g)      Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
h)      Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
i)        Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
j)        Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.

3.      Tujuan Bimbingan Konseling
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
a)      Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
(1)   Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
(2)   Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
(3)   Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

b)      Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
(1)   Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
(2)   Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
(3)   Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
(4)   Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

c)      Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah:
(1)   Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
(2)   Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
(3)   Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.

4.      Prinsip Bimbingan Konseling
Program bimbingan yang baik harus didasarkan pada prinsip pelaksanaan bimbingan tertetu. Yang dimaksud prinsip disini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dan dijadikan sebagai pegangan atau pedoman dalam melaksanakan program bimbingan di pesantren agar supaya sasaran  atau tujuan program bimbingan dapat tercapai secara optimal, efektif dan efisien. Mengacu pada uraian BP3K Depdikbud (1975), prinsip-prinsip pelaksanaan program bimbingan dapat di kelompokkan menjadi 4 kelompok prinsip, yaitu : a) prinsip umum, b) prinsip-prinsip khusus yang berkaitan dengan individu  yang dibimbing, c) prinsip khusus yang berkaitan dengan individu yang memberikan bimbingan, dan d) prinsip-prinsip khusus yang berkaitan dengan organisasi dan admiistrasi bimbingan.


a.       Prinsip-prinsip umum bimbingan di pesantren
Secara umum, dalam perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan di pesantren perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut :
1)      Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingah laku individu, maka perlu diingat, bahwa sikap dan tingkah laku seseorang adalah terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan ruwet.
2)      Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individual dari individu yang akan dimbimbin, sehingga dapat diberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan individu yang dimbimbing.
3)      Bimbingan adalah proses membentuk individu agar dapat menolong dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
4)      Bimbingan hendaknya berpusat pada diri individu yang dibimbing, bukan individu yang membimbing.
5)      Masalah yang tidak dapat diselesaikan di pesantren harus diserahkan kepada individu atau lembga yang mampu dan berwenang untuk melaksanakannya (Alih tangan)
6)      Bimbingan harus sesuai dengan identifikasi kebutuhan-kebutuuhan yang dirasakan oleh individu yang akan dibimbing.
7)      Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat,
8)      Program bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan di pesantren bersangkutan.
9)      Pelaksaaan program bimbingan harus dipimpin oleh seseorang yang memliki keahlian dalam bidang bimbingan dan saggup bekerjasama dengan para pembantunya serta dapat mempergunakan sumber-sumber yang berguna diluar pesantren
10)  Program bimbingan harus dinilai secara berkala untuk mengetahui sejauh mana hasil yang telah dicapai dan mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan rencana semula atau belum.
11)  Program dan pelaksanaan bimbingan dipesantren harus menjungjung tinggi nilai-nilai dan tidak boleh bertentangan dengan ajaran islam.

b.      Prinsip-prisnsip khusus yang berkaitan dengan idividu yang dibimbing
Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan individu yang dibimbing dalam program bimbinga ini terdiri atas 7 prinsip sebagai berikut :
1)      Pelayanan bimbingan harus dilakukan secara kontinyu.
2)      Pelayanan bimbingan diberikan kepada semua murid/santri.
3)      Harus ada kriteria untuk memberikan prioritas pelayanan bimbingan kepada murid/santri tertentu.
4)      Program bimbingan berpusat pada diri santri/murid.
5)      Pelayanan bimbingan harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu bersangkutan yang beraneka ragam dan luas.
6)      Kepuasana terakhir dalam program bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing.
7)      Individu yang mendapatan bimbingan harus berangsur-angsur dapat membimbing dirinya sendiri.

c.       Prisip-prinsip khusus yang berkaitan dengan individu yang memberi bimbingan
Prisip-prinsip khusus yang berkaitan dengan individu yang memberi bimbingan (pembimbing) mencangkup 8 hal sebagai berikut :
1)      Para petugas hendaknya melakukan tugasnya sesuai dengan kemampuan dan kewajibannya masing-masing.
2)      Petugas- petugas bimbingan harus mendapat kesempatan meperkembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagai latihan tambahan (inservise training).
3)      Petugas- petugas bimbingan dipilih atas dasar kualifikasi kepribadiannya, pendidikannya dan pengalamannya.
4)      Petugas- petugas bimbingan hendaknya mempergunakan informasi yang tersedia mengenai individu yang dibimbing beserta lingkungannya, sebagai bahan untuk membantu individu yang bersangkutan ke arah penyesuaian diri yang lebih baik.
5)      Fakta-fakta yang berhubungan dengan lingkungan ndividu (di pesantren, keluarga, dan masyarakat) harus diperhitungkan dalam memberikan bimbingan kepada individu yang bersangkutan
6)      Petugas- petugas bimbingan harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang konfidensial tentang individual yang dibimbing.
7)      Petugas- petugas bimbingan hendaknya mempergunakan berbagai jenis metoda dan teknik yang tepat dalam melaksanakan tugasnya.
8)      Petugas- petugas bimbingan hendaknya memperhatikan dan mempergunakan hasil-hasil penelitian dalam bidang: minat. Kemampuan, dan hasil belajar individu untuk kepentingan perkembangan kurikulum pesantren yang bersangkutan.

d.      Prinsip-prinsip khusus yang berkaitan dengan organisasi dan administrasi bimbingan.
Prinsip-prinsip ini meliputi 9 macam prinsip sebagaimana diuraikan sebagai berikut :
1)      Syarat mutlak bagi adminitrasi bimbingan yang baik adalah adanya catatan pribadi (commulative record) bagi setiap individu yang dibimbing.
2)      Harus tersedia anggaran biaya yang memadai
3)      Program bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan pesantren yang bersangkutan
4)      Pembagian waktu hrus diatur untuk setiap petugas.
5)      Setiap individu yang dibimbing harus mendapat pelayanan dalam hal “ follow-up study”, baik mengenai masalah-masalah di dalam maupun di lauar pesantren
6)      Pesantren yang menyelenggrakan bimbingan harus menyediakan pelayanan dalam siatuasi kelompok maaupun situasi individual.
7)      Pesantren harus bekerjasama dengan lembaga-lembaga di luar pesantren yang menyelenggarakan pelayanan yang berhubungan dengan bimbingan dan penyuluhan.
8)      Materi bimbingan harus dipersiapkan, sehingga sewaktu-waktu dapat dengan mudah dipergunakan oleh petugas-petugas bimbingan yang membutuhkannya.
9)      Pengasuh pesantren memegang tanggung jawab tertinggi dalam melaksanakan dan perencanaan program bimbingan.

C.    Proses Bimbingan dan Konseling di Lembaga Pendidikan.
Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah  Sebagai sebuah layanan professional. Layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara umum terdiri dari enam tahapan sebagai, yaitu: (A) Identifikasi kasus; (B) Identifikasi masalah; (C) Diagnosis; (D) Prognosis; (E) Treatment; (F) Evaluasi dan Tindak Lanjut.[6]
1.      Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya konseling. Robinson (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni :
a)      Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
b)      Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c)      Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d)     Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
e)      Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.

2.       Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1) substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan atau (4) personality.

3.      Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.

4.      Prognosi
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta bekerja sama guna membantu menangani kasus - kasus yang dihadapi.

5.      Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam langkah prognosis. Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut.

6.      Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
a)      Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah yang dibahas;
b)      Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
c)      Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

D.    Sifat Bimbingan di Pesantren
Pelayanan bimbingan dimaksudkan untuk pemberian bantuan kepada individu/murid/satri. Dalam upaya memberian bantuan tersebut, program bimbingan menekankan pada sifat-sifat pemberian bantuan sebagai berikut :
a)      Sifat pencegahan (preventive), yaitu pemberian bantuan kepada individu/murid/santri sebelaum ia menghadapi kesulitan atau persoalan secara serius dan agar ia tidak menghadapi persoalan yang serius. Upaya ini dilakukan dengan pemberian pengaruh yang positif terhadap individu serta menciptakan suasana lingkungan pesantren, termasuk pengajaran yang menyenangkan.
b)      Sifat pengembangan (development), yaitu usaha bantuan yang diberikan pada individu/murid/santri dengan mengikuti mentalnya, yang dimaksudkan terutama untuk memantapkan jalan berfikir dan tindakan murid/santri sehingga murid/santri dapat bekembang secara optimal. Sifat ini juga sebagai sifat persevarative. Sifat ini juga dapat digolongkan dalam taraf sebelum murid/santri mengahadapi perasalahan. Karena demikian sifatnya, Morenson & Schmuller (1964) menggabungkan dua sifat tersebut menjadi sifat Preventive development. 
c)      Sifat penyembuhan (curative), yaitu usaha bantuan yang diberikan kepada murid/santri selama atau setelah murid/santri mengalami persoalan serius. Tujuan bantuan ini adalah agar santri /murid yang bersangkutan terbebas dari kesulitan-kesulitan tersebut.
d)       Sifat pemeliharaan (treatment), yaitu usaha bantuan yang dilakukan  untuk memupuk dan mempertahakankan hasil-hasil positif dari pelayanan bimbingan yang telah dterimaoleh murid/santri.tujuan dari bantuan ini adalag agar murid/santri yang bersangkutan tidak lagi mengalami kesulitan serius setelah ia memperoleh kesembuhannya. Karena sifat bantuan yang demikian itu, maka sifat pemeliaharaan ini juga biasa disebut sebagai secondary preventive. [7]

E.       Peranan Kepala Sekolah, Guru dan Wali Kelas dalam Bimbingan dan Konseling
            Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.[8]
1.      Peran Kepala Sekolah
Secara garis besarnya, Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam bimbingan dan konseling, sebagai berikut :
a)       Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.
b)       Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
c)       Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
d)       Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
e)       Memfasilitasi guru pembimbing/konselor untuk dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya, melalui berbagai kegiatan pengembangan profesi.
f)        Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

2.      Peran Guru Mata Pelajaran
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
a)       Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
b)       Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
c)       Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
d)       Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
e)       Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
f)        Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
g)       Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
h)       Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.

3.      Peran Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan:
a)       Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
b)       Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
c)       Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;
d)       Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan
e)       Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.

Perpustakaan di Pesantren
F.     Pengertian Perpustakaan
Menurut UU perpustakaan pada Bab I pasal 1 menyatakan perpustakaan adalah isntitusi yang mengumpulkan pengetahuan tercetak dan terekam, megelolanya dengan cara khusus guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para pengggunanya melalui berbagai macam interaksi pengetahuan.
Dalam arti tradisonal, perpustakaan adalalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyrakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain untuk menyimpan informasi, banyak perputakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses map, cek atau hasil seni lainnya, mikrofilm, microfiche, tape audio, CD, LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.
Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, reksreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia. Oleh karena itu, perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dan format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital ( dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer. [9]

G.    Fungsi Perpustakaan
Fungsi Perpustakaan adalah sebagai berikut :
1.      Perpustakaan upaya untuk memelihara dan meningkatkan dan efektifitas proses belajar-mengajar.
2.      Perpustakaan yang teroganisir secara baik dan sistematis, secara langsung ataupun tidak lansung dapat memberikan kemudahan bagi prose belajar mengajar di sekolah tempat perpustakaan tersebut berada
3.      Perpustakaan terkait dengan kemajuan bidang pendidikan dan dengan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan. [10]

H.    Tujuan Perpustakaan
Tujuan perpustakaan adalah untuk membantu dlam segala umur degan memberikan kesempatan dengan dorongan memalui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka :
                                                              i.      Dapat mendidik dirinya sendiri secara berkesinambungan
                                                            ii.      Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik
                                                          iii.      Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebiih baik.
                                                          iv.      Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif , membina rohani dan dapat menggunakan kemampuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia.
                                                            v.      Dapat meningkatkan tarap kehidupan sehari-hari dan lapangan pekerjaannya.
                                                          vi.      Dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina saling pengertian antar bangsa
                                                        vii.      Dapat menggunakan waktu senggang dengan bai yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial. [11]

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan Dari uraian di atas penulis mengambil simpulan sebagai berikut:
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan; Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi; Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :Fungsi Pemahaman, Fungsi Preventif, Fungsi Pengembangan, Fungsi Penyembuhan, Fungsi Penyaluran, Fungsi Adaptasi, Fungsi Penyesuaian, Fungsi Perbaikan, Fungsi Fasilitasi, Fungsi Pemeliharaan, Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli, aspek akademik (belajar) dan karir; Prinsip Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli, sebagai proses individuasi, menekankan hal yang positif, Usaha Bersama, Hal yang Esensial, Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.
Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah; Sebagai sebuah layanan profesional, layanan bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara umum terdiri dari enam tahapan sebagai, yaitu: (A) Identifikasi kasus; (B) Identifikasi masalah; (C) Diagnosis; (D) Prognosis; (E) Treatment; (F) Evaluasi dan Tindak Lanjut.
Selain dari seorang konselor yang melakukan bimbingan. Namun, bimbingan juga bisa dilakukan oleh seorang keoala sekolah, wali kelas dan guru yang melakukan pelaksanaan bimbingan dan konseling.
Sejalan dengan perkembangan perpustakaan yanng semakin maju sekarang fungsi dari perpustakaan sebagai tempat untuk mengakses informasi dan format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Baik yang bersifat kumpulan buku tercetak  Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital ( dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer

    

     Daftar Pustaka
                                                      
Salahudin Anas.Bimbingan dan Konseling.  CV PUSTAKA SETIA . Jl BKR (Lingkar Selatan) No.162-164 Bandung
Aunur Rahim Faqih. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam







[1]Salahudin Anas.Bimbingan dan Konseling.  CV PUSTAKA SETIA . Jl BKR (Lingkar Selatan) No.162-164 Bandung
[2]. Masyud Sulthon,  Manajemen Pondok Pesantren ( Jakarta : Diva Pustaka) 2005 hal 124-125
[3]. Aunur Rahim Faqih. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam.
[4]. Salahudin Anas.Bimbingan dan Konseling.  CV PUSTAKA SETIA . Jl BKR (Lingkar Selatan) No.162-164 Bandung
[6]. Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, CV Pustaka Setia, Bandung 2010 hal 138-160
[7] Pondok pesantren
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan
[10]. Sinaga, Dian Mengelola Perpustakaan Sekolah (Jakarta: Kreasi Media Utama, 2007) hlm. 15

[11]. Muchyidin, Suherlan. Mihardja, Iwa D Sasmita Perpustakaan (Bandung: PT Puri Pustaka 2008) hlm 41,42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar