BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan berfikir dan kesadaran manusia terkadang selalu menyimpang
dengan tujuan apa yang hendak dicapai. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh santri/murid
terkadang tidak sesuai dengan tindakan apa yang dingin dicapai. Penyimpangan
ini bisa saja terjadi karena proses pebelajaran, karier ataupun masalah-masalah
yang lain yang dapat menghambat pencapaian tujuan siswa/murid/santi di
pesantren.
Dengan keadaan seperti itu maka membutuhkan bimbingan dari konselor yang
sudah ahli dalam bidangnya untuk mengarahkan murid/santri agar lebih optimal
dalam menjalini tujuan hidup santri dipesantren.
Bimbingan di pesantren merupakan proses pemberian bantuan kepada
murid/santri, dengan memperhatikan murid/santri itu sebagai individu dan
makhluk sosial serta memperhatikan adanya perbedaan—perbedaan individu, agar
murid/santri itu dapat membuat tahap maju seoptimal mungkin dalam proses
perkembangannya dan agar ia dapat menolong untuk mensejahterkan mental.
Bimbingan harus dilakukan secara terus menerus (continue), yang artinya
bimbingan dilakukan untuk mengarahkan dan memahami dirinya jika terdapat
perlakuan yang tidak wajar yang sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan
sekolah mapuan masyarakat. akibat dari permasalah diatas Maka dari itu disini pemakalah mencoba menjelaskan atau menguraikan masalah
ini dengan mengambil judul “ Bimbingan dan konseling di pesantren dan perpustakaan
di pesantren ”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas pemakalah mengambil
rumusan masalah sebagaI berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Bimbingan
dan Konseling ?
2. Apa fungsi, tujuan dan prinsip
bimbingan dan konseling ?
3. Bagaimana proses bimbingan dan
konseling di lembaga pendidikan?
4. Bagaimana perananan kepala
sekolah, guru dan wali kelas dalam bimbingan dan konseling di sekolah?
5. Apa yang
dimaksud dengan Perpustakaan ?
6. Apa fungsi
dan tujuan Perpusataakan di Pesantren ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dalam ingin dicapai adalah
:
1. Untuk
mengetahui bimbingan dan konseling serta perpustaakan yang baik dan efektif.
2. Untuk
belajar mengimplementasikan bimbingan dan konseling di pesantren.
3.
Untuk
menciptakan arahan yang baik bagi murid/santri dengan adanya bimbingan dan
konseling.
4.
Sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah manajemen pesantren.
BAB II
PEMBAHASAN
Bimbingan
dan Konseling di Pesantren
A.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
1.
Pengertian Bimbingan.
Bimbingan merupakan bantuan
yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana
itu untuk memahami pengertian dari bimbingan.Pengertian tetang bimbingan formal
telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh
Frank Parson pada tahun 1908.Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai
dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang
ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan pengertian
yang saling melengkapi satu sama lain.“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan
kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri dan memangku suatu
jabatan dan mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya” (Frank
Parson,1951).Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek
yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan
mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang
berorientasi karir.[1]
Pengertin bimbingan yang dikemukan oleh Rochman Natawidjaja (1972) didalam
buku “ Bimbingan Pendidikan dalam Pesantren Pembangunan”, ia
mengidentifikasikan bimbingan sebagai berikut :
Bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara terus
menerus(continue), supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia
dapat mengarahkan diri dan bertidnak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. dengan demikian dia dapat mengecap
kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada
kehidupan masyarakat umumnya.
Penjelasan diatas masih bersifat umum mengenai bimbingan. Apabila
pengertian bimbingan di aplikasikan dalam dunia pendidikan di pesantren,
pengertian bimbingan dpat diartikan sebagi berikut :
Bimbingan
di pesantren merupakan proses pemberian bantuan kepada murid/santri, dengan
memperhatikan murid/santri itu sebagai individu dan makhluk sosial serta
memperhatikan adanya perbedaan—perbedaan individu, agar murid/santri itu dapat
membuat tahap maju seoptimal mungkin dalam proses perkembangannya dan agar ia
dapat menolong dirinya, menganalisis dan
memecahkan masalah-masalahnya semuanya demi memajukan kebahagiaan hidup,
terutama ditekankan pada kesejahteraan mental (Diadaptasi dari Mashud, 2000). [2]
Bimbingan dalam islam adalah
proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah,sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia
dan akhirat. [3]
2. Pengertian Konseling
Konseling adalah upaya
membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara
konselor dan konseling agar konseling mampu memahami diri dan lingkungannya,
mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang
diyakininya sehingga konseling merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Konseling menurut Prayitno dan
Erman Amti (2004; 105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang
sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara dengan teratasinya
masalah yang dihadapi klien.[4]
B.
Landasan,
Fungsi, Tujuan dan Prinsip bimbingan Konseling
1. Landasan Bimbingan dan
Konseling
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh
konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan
konseling. Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber,
secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan
bimbingan dan konseling, yaitu sebagai berikut
: [5]
a) Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan
landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor
dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.
b) Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi
konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk
kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu
dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan
dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
(1) Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan
dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif
yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia
lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang
terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu dan sejenisnya.
(2) Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan
mempengaruhi perilaku individu.Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak
lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik,
seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau
ciri-ciri-kepribadian tertentu.Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang
perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada
lingkungan dimana individu itu berada.
(3) Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya,
diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
(4) Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari
psikologi.Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan
dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu.
(5) Kepribadian
Menurut pendapat Gordon W. Allport
(Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya
yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.Kata kunci dari
pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai
“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental
dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan
emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
c) Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai
faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada
dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana iahidup.
d) Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya.
Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis
dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, inventori atau
analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks
dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
2. Fungsi Bimbinan dan Konseling
Adapun Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
a)
Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli
agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
b)
Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya
untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli.
c)
Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya
lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan
konseli.
d)
Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat
kuratif.
e)
Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu
konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan
memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat,
keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
f)
Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan
konseli.
g)
Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu
konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara
dinamis dan konstruktif.
h)
Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan
bertindak (berkehendak).
i)
Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh
aspek dalam diri konseli.
j)
Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang
telah tercipta dalam dirinya.
3. Tujuan Bimbingan Konseling
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar
dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial,
belajar (akademik), dan karir.
a)
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial
konseli adalah:
(1)
Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,
pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun
masyarakat pada umumnya.
(2)
Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling
menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
(3)
Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara
yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan
mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
b)
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar)
adalah :
(1)
Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami
berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
(2)
Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan
membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua
pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
(3)
Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
(4)
Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan
mempersiapkan diri menghadapi ujian.
c)
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah:
(1)
Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait
dengan pekerjaan.
(2)
Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang
menunjang kematangan kompetensi karir.
(3)
Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam
bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya,
dan sesuai dengan norma agama.
4. Prinsip Bimbingan Konseling
Program bimbingan yang baik harus
didasarkan pada prinsip pelaksanaan bimbingan tertetu. Yang dimaksud prinsip
disini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dan dijadikan sebagai pegangan
atau pedoman dalam melaksanakan program bimbingan di pesantren agar supaya
sasaran atau tujuan program bimbingan
dapat tercapai secara optimal, efektif dan efisien. Mengacu pada uraian BP3K
Depdikbud (1975), prinsip-prinsip pelaksanaan program bimbingan dapat di
kelompokkan menjadi 4 kelompok prinsip, yaitu : a) prinsip umum, b)
prinsip-prinsip khusus yang berkaitan dengan individu yang dibimbing, c) prinsip khusus yang
berkaitan dengan individu yang memberikan bimbingan, dan d) prinsip-prinsip
khusus yang berkaitan dengan organisasi dan admiistrasi bimbingan.
a.
Prinsip-prinsip umum bimbingan di
pesantren
Secara umum, dalam perencanaan dan
pelaksanaan program bimbingan di pesantren perlu diperhatikan beberapa prinsip
sebagai berikut :
1)
Karena bimbingan itu berhubungan
dengan sikap dan tingah laku individu, maka perlu diingat, bahwa sikap dan
tingkah laku seseorang adalah terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik
dan ruwet.
2)
Perlu dikenal dan dipahami perbedaan
individual dari individu yang akan dimbimbin, sehingga dapat diberikan
bimbingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan individu yang dimbimbing.
3)
Bimbingan adalah proses membentuk
individu agar dapat menolong dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang
dihadapi.
4)
Bimbingan hendaknya berpusat pada
diri individu yang dibimbing, bukan individu yang membimbing.
5)
Masalah yang tidak dapat
diselesaikan di pesantren harus diserahkan kepada individu atau lembga yang
mampu dan berwenang untuk melaksanakannya (Alih tangan)
6)
Bimbingan harus sesuai dengan
identifikasi kebutuhan-kebutuuhan yang dirasakan oleh individu yang akan
dibimbing.
7)
Bimbingan harus fleksibel sesuai
dengan kebutuhan individu dan masyarakat,
8)
Program bimbingan harus sesuai
dengan program pendidikan di pesantren bersangkutan.
9)
Pelaksaaan program bimbingan harus
dipimpin oleh seseorang yang memliki keahlian dalam bidang bimbingan dan saggup
bekerjasama dengan para pembantunya serta dapat mempergunakan sumber-sumber
yang berguna diluar pesantren
10) Program
bimbingan harus dinilai secara berkala untuk mengetahui sejauh mana hasil yang
telah dicapai dan mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan
rencana semula atau belum.
11) Program dan
pelaksanaan bimbingan dipesantren harus menjungjung tinggi nilai-nilai dan
tidak boleh bertentangan dengan ajaran islam.
b.
Prinsip-prisnsip khusus yang
berkaitan dengan idividu yang dibimbing
Prinsip-prinsip yang berkaitan
dengan individu yang dibimbing dalam program bimbinga ini terdiri atas 7
prinsip sebagai berikut :
1)
Pelayanan bimbingan harus dilakukan
secara kontinyu.
2)
Pelayanan bimbingan diberikan kepada
semua murid/santri.
3)
Harus ada kriteria untuk memberikan
prioritas pelayanan bimbingan kepada murid/santri tertentu.
4)
Program bimbingan berpusat pada diri
santri/murid.
5)
Pelayanan bimbingan harus dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu bersangkutan yang beraneka ragam dan
luas.
6)
Kepuasana terakhir dalam program
bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing.
7)
Individu yang mendapatan bimbingan
harus berangsur-angsur dapat membimbing dirinya sendiri.
c.
Prisip-prinsip khusus yang berkaitan
dengan individu yang memberi bimbingan
Prisip-prinsip khusus yang berkaitan
dengan individu yang memberi bimbingan (pembimbing) mencangkup 8 hal sebagai
berikut :
1)
Para petugas hendaknya melakukan
tugasnya sesuai dengan kemampuan dan kewajibannya masing-masing.
2)
Petugas- petugas bimbingan harus
mendapat kesempatan meperkembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagai
latihan tambahan (inservise training).
3)
Petugas- petugas bimbingan dipilih
atas dasar kualifikasi kepribadiannya, pendidikannya dan pengalamannya.
4)
Petugas- petugas bimbingan hendaknya
mempergunakan informasi yang tersedia mengenai individu yang dibimbing beserta
lingkungannya, sebagai bahan untuk membantu individu yang bersangkutan ke arah
penyesuaian diri yang lebih baik.
5)
Fakta-fakta yang berhubungan dengan
lingkungan ndividu (di pesantren, keluarga, dan masyarakat) harus
diperhitungkan dalam memberikan bimbingan kepada individu yang bersangkutan
6)
Petugas- petugas bimbingan harus
menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang konfidensial tentang
individual yang dibimbing.
7)
Petugas- petugas bimbingan hendaknya
mempergunakan berbagai jenis metoda dan teknik yang tepat dalam melaksanakan
tugasnya.
8)
Petugas- petugas bimbingan hendaknya
memperhatikan dan mempergunakan hasil-hasil penelitian dalam bidang: minat.
Kemampuan, dan hasil belajar individu untuk kepentingan perkembangan kurikulum
pesantren yang bersangkutan.
d.
Prinsip-prinsip khusus yang berkaitan
dengan organisasi dan administrasi bimbingan.
Prinsip-prinsip ini meliputi 9 macam
prinsip sebagaimana diuraikan sebagai berikut :
1)
Syarat mutlak bagi adminitrasi
bimbingan yang baik adalah adanya catatan pribadi (commulative record) bagi
setiap individu yang dibimbing.
2)
Harus tersedia anggaran biaya yang
memadai
3)
Program bimbingan harus disusun
sesuai dengan kebutuhan pesantren yang bersangkutan
4)
Pembagian waktu hrus diatur untuk
setiap petugas.
5)
Setiap individu yang dibimbing harus
mendapat pelayanan dalam hal “ follow-up
study”, baik mengenai masalah-masalah di dalam maupun di lauar pesantren
6)
Pesantren yang menyelenggrakan
bimbingan harus menyediakan pelayanan dalam siatuasi kelompok maaupun situasi
individual.
7)
Pesantren harus bekerjasama dengan
lembaga-lembaga di luar pesantren yang menyelenggarakan pelayanan yang
berhubungan dengan bimbingan dan penyuluhan.
8)
Materi bimbingan harus dipersiapkan,
sehingga sewaktu-waktu dapat dengan mudah dipergunakan oleh petugas-petugas
bimbingan yang membutuhkannya.
9)
Pengasuh pesantren memegang tanggung
jawab tertinggi dalam melaksanakan dan perencanaan program bimbingan.
C.
Proses Bimbingan dan
Konseling di Lembaga Pendidikan.
Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah Sebagai sebuah layanan professional. Layanan
bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus
dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara umum terdiri
dari enam tahapan sebagai, yaitu: (A) Identifikasi kasus; (B) Identifikasi
masalah; (C) Diagnosis; (D) Prognosis; (E) Treatment; (F) Evaluasi dan Tindak
Lanjut.[6]
1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik
yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling lembaga-lembaga
pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya konseling. Robinson (Abin
Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan
konseling, yakni :
a)
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang
benar-benar membutuhkan layanan konseling.
b)
Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi
jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan
kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c)
Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik
akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan
peserta didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes
inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama
serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d)
Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini
bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi
peserta didik.
e)
Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan peserta
didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan
atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar
Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek : (1)
substansial – material; (2) struktural – fungsional; (3) behavioral; dan atau
(4) personality.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar
Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat
dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.
4. Prognosi
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami
peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan
menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil
keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi
kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi
siswa untuk diminta bekerja sama guna membantu menangani kasus - kasus yang
dihadapi.
5. Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan
atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam
langkah prognosis. Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih
berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan
dan kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan
dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi
langsung), melalui berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat
direktif, non direktif maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan
tersebut.
6.
Evaluasi dan
Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah
seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap
pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.Berkenaan dengan evaluasi
bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah memberikan kriteria-kriteria
keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
a)
Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan
masalah yang dibahas;
b)
Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan
melalui layanan, dan
c)
Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan
layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang
dialaminya.
D.
Sifat
Bimbingan di Pesantren
Pelayanan
bimbingan dimaksudkan untuk pemberian bantuan kepada individu/murid/satri.
Dalam upaya memberian bantuan tersebut, program bimbingan menekankan pada
sifat-sifat pemberian bantuan sebagai berikut :
a)
Sifat pencegahan (preventive), yaitu pemberian bantuan
kepada individu/murid/santri sebelaum ia menghadapi kesulitan atau persoalan
secara serius dan agar ia tidak menghadapi persoalan yang serius. Upaya ini
dilakukan dengan pemberian pengaruh yang positif terhadap individu serta menciptakan
suasana lingkungan pesantren, termasuk pengajaran yang menyenangkan.
b) Sifat
pengembangan (development), yaitu
usaha bantuan yang diberikan pada individu/murid/santri dengan mengikuti
mentalnya, yang dimaksudkan terutama untuk memantapkan jalan berfikir dan
tindakan murid/santri sehingga murid/santri dapat bekembang secara optimal.
Sifat ini juga sebagai sifat persevarative. Sifat ini juga dapat digolongkan
dalam taraf sebelum murid/santri mengahadapi perasalahan. Karena demikian
sifatnya, Morenson & Schmuller (1964) menggabungkan dua sifat tersebut
menjadi sifat Preventive
development.
c)
Sifat penyembuhan (curative), yaitu usaha bantuan yang
diberikan kepada murid/santri selama atau setelah murid/santri mengalami
persoalan serius. Tujuan bantuan ini adalah agar santri /murid yang
bersangkutan terbebas dari kesulitan-kesulitan tersebut.
d) Sifat
pemeliharaan (treatment), yaitu usaha
bantuan yang dilakukan untuk memupuk dan
mempertahakankan hasil-hasil positif dari pelayanan bimbingan yang telah
dterimaoleh murid/santri.tujuan dari bantuan ini adalag agar murid/santri yang
bersangkutan tidak lagi mengalami kesulitan serius setelah ia memperoleh
kesembuhannya. Karena sifat bantuan yang demikian itu, maka sifat pemeliaharaan
ini juga biasa disebut sebagai secondary
preventive. [7]
E. Peranan Kepala Sekolah, Guru
dan Wali Kelas dalam Bimbingan dan Konseling
Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.[8]
Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.[8]
1. Peran Kepala Sekolah
Secara garis besarnya, Prayitno (2004) memerinci
peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam bimbingan dan konseling,
sebagai berikut :
a) Mengkoordinir segenap kegiatan
yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran,
latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu,
harmonis, dan dinamis.
b)
Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya
pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
c)
Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan
program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
d)
Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah.
e)
Memfasilitasi guru pembimbing/konselor untuk dapat mengembangkan kemampuan
profesionalnya, melalui berbagai kegiatan pengembangan profesi.
f)
Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan
yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.
2. Peran Guru Mata Pelajaran
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru
adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan
berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan
guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah.Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai
konselor bagi siswanya. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung
jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
a)
Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
b)
Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang
siswa-siswa tersebut.
c)
Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada guru pembimbing/konselor
d)
Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang
menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus
(seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
e)
Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan
siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
f)
Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani
layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
g)
Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti
konferensi kasus.
h)
Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian
pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
3. Peran Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan
bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan:
a)
Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di
kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
b)
Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan
bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
c)
Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas
yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau
kegiatan bimbingan dan konseling;
d)
Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti
konferensi kasus; dan
e)
Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada
guru pembimbing/konselor.
Perpustakaan
di Pesantren
F.
Pengertian
Perpustakaan
Menurut UU
perpustakaan pada Bab I pasal 1 menyatakan perpustakaan adalah isntitusi yang
mengumpulkan pengetahuan tercetak dan terekam, megelolanya dengan cara khusus
guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para pengggunanya melalui berbagai
macam interaksi pengetahuan.
Dalam arti
tradisonal, perpustakaan adalalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun
dapat diartikan sebagai pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum
dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah
kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyrakat yang rata-rata tidak mampu
membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Tetapi,
dengan koleksi dan penemuan media baru selain untuk menyimpan informasi, banyak
perputakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses map, cek atau
hasil seni lainnya, mikrofilm, microfiche, tape audio, CD, LP, tape video dan
DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan
internet.
Perpustakaan
dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan,
hiburan, reksreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia. Oleh
karena itu, perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat
untuk mengakses informasi dan format apa pun, apakah informasi itu disimpan
dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini
selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam
perpustakaan digital ( dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan
komputer. [9]
G.
Fungsi
Perpustakaan
Fungsi
Perpustakaan adalah sebagai berikut :
1.
Perpustakaan upaya untuk memelihara
dan meningkatkan dan efektifitas proses belajar-mengajar.
2.
Perpustakaan yang teroganisir secara
baik dan sistematis, secara langsung ataupun tidak lansung dapat memberikan kemudahan
bagi prose belajar mengajar di sekolah tempat perpustakaan tersebut berada
3.
Perpustakaan terkait dengan kemajuan
bidang pendidikan dan dengan dan dengan adanya perbaikan metode
belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan
fasilitas dan sarana pendidikan. [10]
H. Tujuan Perpustakaan
Tujuan
perpustakaan adalah untuk membantu dlam segala umur degan memberikan kesempatan
dengan dorongan memalui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka :
i.
Dapat mendidik dirinya sendiri
secara berkesinambungan
ii.
Dapat tanggap dalam kemajuan pada
berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik
iii.
Dapat memelihara kemerdekaan
berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang
lebiih baik.
iv.
Dapat mengembangkan kemampuan
berfikir kreatif , membina rohani dan dapat menggunakan kemampuannya untuk
dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia.
v.
Dapat meningkatkan tarap kehidupan
sehari-hari dan lapangan pekerjaannya.
vi.
Dapat menjadi warga negara yang baik
dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam
membina saling pengertian antar bangsa
vii.
Dapat menggunakan waktu senggang
dengan bai yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial. [11]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Dari uraian di atas penulis mengambil simpulan sebagai berikut:
Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun
tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan; Konseling
adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi
antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya,
mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang
diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Landasan dalam
bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama
dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis,
landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan
(ilmiah) dan teknologi; Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :Fungsi
Pemahaman, Fungsi Preventif, Fungsi Pengembangan, Fungsi Penyembuhan, Fungsi
Penyaluran, Fungsi Adaptasi, Fungsi Penyesuaian, Fungsi Perbaikan, Fungsi
Fasilitasi, Fungsi Pemeliharaan, Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait
dengan aspek pribadi-sosial konseli, aspek akademik (belajar) dan karir;
Prinsip Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli, sebagai
proses individuasi, menekankan hal yang positif, Usaha Bersama, Hal yang
Esensial, Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.
Proses
Bimbingan dan Konseling di Sekolah; Sebagai sebuah layanan profesional, layanan
bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan secara sembarangan, namun harus
dilakukan secara tertib berdasarkan prosedur tertentu, yang secara umum terdiri
dari enam tahapan sebagai, yaitu: (A) Identifikasi kasus; (B) Identifikasi
masalah; (C) Diagnosis; (D) Prognosis; (E) Treatment; (F) Evaluasi dan Tindak Lanjut.
Selain dari seorang konselor yang
melakukan bimbingan. Namun, bimbingan juga bisa dilakukan oleh seorang keoala
sekolah, wali kelas dan guru yang melakukan pelaksanaan bimbingan dan
konseling.
Sejalan dengan perkembangan
perpustakaan yanng semakin maju sekarang fungsi dari perpustakaan sebagai
tempat untuk mengakses informasi dan format apa pun, apakah informasi itu
disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Baik yang bersifat
kumpulan buku tercetak Dalam
perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan
koleksinya ada dalam perpustakaan digital ( dalam bentuk data yang bisa diakses
lewat jaringan komputer
Daftar
Pustaka
Salahudin Anas.Bimbingan
dan Konseling. CV PUSTAKA SETIA . Jl
BKR (Lingkar Selatan) No.162-164 Bandung
Aunur Rahim Faqih. Bimbingan
dan Konseling Dalam Islam
[1]Salahudin Anas.Bimbingan dan
Konseling. CV PUSTAKA SETIA . Jl BKR
(Lingkar Selatan) No.162-164 Bandung
[2]. Masyud
Sulthon, Manajemen Pondok Pesantren (
Jakarta : Diva Pustaka) 2005 hal 124-125
[4]. Salahudin Anas.Bimbingan dan Konseling. CV PUSTAKA SETIA . Jl BKR (Lingkar Selatan)
No.162-164 Bandung
[6]. Anas Salahudin,
Bimbingan dan Konseling, CV Pustaka Setia, Bandung 2010 hal 138-160
[7] Pondok pesantren
[9]
http://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan
[11]. Muchyidin, Suherlan. Mihardja, Iwa D Sasmita Perpustakaan
(Bandung: PT Puri Pustaka 2008) hlm 41,42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar