BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Nabi Muhammad saw
Nabi Muhammad lahir pada hari Senin tanggal 12
Rabia’ul Awal tahun gajah yang bertepatan pada tanggal 20 April 570 M.[1] Ayahnya
bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang suku Quraisy yang besar pengaruhnya,
dan Ibnya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad
dinamai tahun gajah karena 50 hari hari sebelum kelahiran beliau, datang
Abrahah al-Habsy, Gubernur Kerajaan Habsy (Ethiopia) di Yaman, beserta
pasukannya berjumlah 60.000 personel yang mengendarai gajah untuk mengahncurkan
Ka’bah. Abrahah marah karena gereja besar (al-Qulles) yang dibangun di San’a
ibu Kota Yaman, tembiknya di lumuri kotoran oleh seseorang dari Bani Kinanah.
Abrahah mendirikan gereja tersebut karena setiap tahunnya berbondong-bondong ke
Makkah untuk menunaikan ibadah haji sehingga Ia ingin mengalihkannya agar
Bangsa Arab yang menunaikan ibadah haji kesana. Namun usahanya gagal karena ia
dan seluruh bala tentaranya dihancurkan oleh Allah Swt, dengan mendatangkan
burung Ababil yang membawa batu dari neraka dan melempari mereka sehingga
terserang wabah penyakit yang mematikan.
Ayah Nabi Muhammad meninggal sebelum beliau
dilahirkan (tiga bulan dalam kandungan). Beliau pertama diasuh oleh Halimah binti
Abi Du’aib As-sa’diyah dari kampung Bani
Sa’ad selama empat tahun. Ibunya serta pembantu wanita Ummu Aiman berziarah ke makam ayahnya dan mengunjungi
paman-paman Nabi, Bani Nazar selama sebulan di Ytsrib (Madinah) dalam
perjalanan pulang untuk kembali ke Makkah, ibunya meninggal dunia di Abwa’
yaitu suatu tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah. Ketika ibunya
meninggal Nabi berusia 6 tahun.[2] Setelah Siti Aminah meninggal Abdul Muthalib
yang merawat Nabi Muhammad. Selama dua tahun, tanggung jawab selanjutnya
beralih kepada paman nya Abu Thalib. Ketika berusia 12 tahun Nabi Muhammad saw.
Ikut pertama kali dalam kafiah dagang ke Syiria (Syam) yang dipimpin oleh Abu
Thalib. Dalam perjalanan tersebut, ia bertemu dengan pendeta keristen bernama
Buhaira di Busra sebelah Selatan Syiria pendeta itu melihat tanda-tanda
kenabian pad Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita keristen.
Kemudian,
pada saat Nabi Muhammad berusia 25 tahun , beliau menikah dengan Siti Khadijah
yang berusia 40 tahun. Pernikahannya dengan Khadijah melahirkan 6 orang anak
yaitu; Fatimah, Ummi Kultsum, Jainab, Ruqayyah, Qasim dan Abdullah. Semua putra
beliau meninggal dunia selagi masih kecil. Sedangkan semua putri beliau sempat
menjumpai Islam, dan mereka masuk Islam serta ikut hijrah. Hanya saja mereka
semua meninggal dunia selagi beliau masih hidup, kecuali Fathimah.
B. Periode Mekkah: Nabi Muhammad Sebagai Pemimpin Agama
Periode makkah bagi Nabi adalah masa ketika beliau berada di kota Makkah
sejak menerima wahyu pertama sampai hijrah ke Yatsrib (Madinah). Beliau hijerah
ke Yatsrib pada hari jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awwal 1 H (tahun ke 13 dari
kenabian) adalah 13 tahun 6 bulan. Selama periode Makkah tersebut,
Nabi Muhammad saw. Berperan sebagi pemimpin agama. Perkataan “pemimpin” agama
berasal dari kata pimpin ditambah awal pe dan kata agama. Kata “pemimpin”
artinya: 1). Orang yang memimpin, 2). Petunjuk, buku petunjuk/pedoman.[3]
Sementara itu, kata agama diartikan sebagai tuntutan, teks kitab suci dan
diwarisi secara turun temurun.[4] Jadi
arti pemimpin agama secara sederhana adalah orang yang memberikan tuntutan.
Perkataan pemimpin agama yang dimaksud adalah orang yang memberikan petunjuk
(tuntutan) dan mengajarkan tentan persoalan-persoalan agama. Perkataan ini
sejalan dengan peran Nabi Muhammad saw. Di kota Makkah yakni sebagai pemimpin
agama (dai dan pendidik).
Peran Nabi Muhammad sebagai seorang da’i, didalam catatn sejarah diawali
dengan adanya perintah Allah SWT dalam surat al-Muddatsir (74): 1-7.
1)
Menyeru seseorang
Setelah turun surat
Al-Muddatsir: 1-7 yang menyuruh Rasulullah menyeru kepada agama Allah, beliau
menyeru keluarga dan sahabat-sahabat dekat kepada pokok-pokok agama islam yaitu
percaya adanya tuhan dan meninggalkan pemujaan pada berhala.
2)
Menyeru Bani Abdul Muththalib
Nabi menyeru agama baru kepada
Bani Abdul Muthtahalib setelah Allah SWT menurunkan firman-Nya, Qs as-Syuara
ayat 214. Seruan Nabi tersebut disambut baik oleh Bani Abdul Muththalib namun
sebagian lagi ada yang mendustakan nya seperti Abu Lahab dan Istri nya.
3)
Seruan Umum
Setelah menyeru Bani Abdul
Muththalib, Nabi menyeru kepada segenap lapisan manusia, baik golongan
bangsawan ataupun hamba sahaya, kaum kerabat ataupun orang jauh untuk menganut
agama Islam secara terang-terangan. Mula-mula Nabi menyeru penduduk
Makkah, kemudian penduduk negri-negi lain, dan orang-orang berbagai negri yang
berdatangan ke Makkah untuk melaksanakan haji. Seruan umum ini dilakukan Nabi
setelah firman Allah Qs. al-Hijr ayat 94.
Peranan Nabi Muhammad kedua yaknni sebagai seorang pendidik. Allah SWT
mengajar Rasul-Nya mencamkan dan menghayati ilmu Illahi yang diterimanya itu di
dalam jiwa beliau hingga menjadi bagian dari hakekat hidup beliau sendiri.
Setelah itu beliau mengajarkan kepada orang-orang dengan penuh ketekunan dan
kesungguhan.[6]
Tempat yang digunakan Nabi Muhammad dalam membina umatnya adalah rumah
al-Arqam ibnul Abil Arqam. Muhammad pergi kerumah al-Arqam sebelum beliau pergi
dakwah ke depan masyarakat umum atau beliau tidak akan pergi dakwah ketempat
tersebut, ketika kaum oposisi mengadakan perlawanan. Adapun materi yang
diberikan adalah bentuk dogmatika yang dikemas dengan semangat jihad yang
akhirnyapara pengikutnya dapat menyebarluaskannya.[7]
Sementara itu, alasan-alasan yang menyebabkan Nabi Muhammad di Kota
Makkah hanya berfungsi sebagai pemimpin agama adalah:
1.
Nabi Muhammad belum memiliki
kekuasaan politik
Pada periode Makkah umat Islam belumlah menjadi masyarakat yang teratur,
yang memiliki tatacara hubungan sosial tertentu. Kondisi mereka sangatlah lemah
dan terjepit, yang selalu mendapat ancaman dan tindak kekerasan dari kafir
Quraisy. Harun Nasution.[8] Ayat-ayat
al-Qur’an masih berlangsung terus dan belum membawa ajaran hidup bermasyarakat. Turunya al-Qur’an dengan cara tahap demi tahap adalah
kehendak Allah yang maha bijaksana, karena soal waktu merupakan bagian dari
terapi kejiwaan, bagian dari proses kehidupan politik bangsa-bangsa dan juga
merupakn bagian dari penetapan hukum-hukum yang berlaku.[9]
2.
Nabi Muhammad tidak mempunyai
kekuatan ekonomi.
Dipertengahan kedua dari abad ke 6 Masehi, jalan dagang Timur-Barat
perpindah ke semenanjung Arabiyah. Makkah yang terletak ditengah-tengah garis
perjalanan dagang itu menjadi kota dagang.
3.
Jumlah umat Islam masih sedikit,
sehingga mereka hidup sebagai kelompok minoritas.
a.
Periode Dakwah
Setiap periode memiliki tahapan-tahapan sendiri,
dengan kekhususannya masing-masing. Yang satu berbeda dengan yang lain.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan dakwah, yaitu :
·
Tahapan Dakwah islam secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan
selama tiga tahun.
·
Tahapan Dakwah islam secara terang-terangan ditengah
penduduk Mekkah, yang dimulai sejak tahun keempat dari nubuwah hingga akhir
tahun kesepuluh.
·
Tahapan Dakwah islam diluar
Mekkah dan penyebarannya, yang dimulai dari tahun kesepuluh dari nubuwah
hingga hijrah ke Madinah.
1.
Tahap pertama (Tiga tahun dakwah Islam secara sembunyi-sembunyi)
Mekkah merupakan sentral agama bangsa Arab. Disana
ada peribadatan terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan
patung-patung yang disucikan seluruh bangsa Arab. Cita-cita untuk memperbaiki
keadan mereka tentu bertambah sulit dan berat jika orang yang hendak mengadakan
perbaikan jauh dari lingkungan mereka. Hal ini membutuhkan kemauan yang keras
yang tidak bisa diguncang musibah dan kesulitan. Maka dalam menghadapi kondisi
ini, tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan
sembunyi-sembunyi, agar penduduk Mekkah tidak kaget karena tiba-tiba menghadapi
sesuatu yang menggusarkan mereka.
Pada awal mulanya Rasulullah SAW menampakkan islam
kepada orang yang paling dekat dengan beliau. Anggota keluarga dan
sahabat-sahabat karib beliau. Beliau menyeru mereka ini kepada islam, juga
menyeru kepada siapa pun yang dirasa memiliki kebaikan yang sudah beliau kenal
secara baik dan mereka pun mengenal beliau secara baik. Dalam tarikh islam,
mereka disebut As-Sabiqunal Awwalun ( yang terdahulu dan yang pertama
masuk islam).
Mereka adalah istri
beliau, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, pembantu
beliau, Zaid bin Haritsah, anak paman beliau, Ali bin Abu Thalib,
yang saat itu Ali masih anak-anak dan hidup dalam asuhan beliau, dan sahabat
karib beliau,Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar yang dikenal kaumnya
sebagai seorang laki-laki yang lemah lembut, pengasih dan ramah, dan memiliki
akhlak yang mulia bersemangat membantu Rasul mendakwahkan islam. Berkat
seruannya, ada beberapa orang yang masuk islam, yaitu:
1.
Utsman bin Affan
2.
Az-Zubair bin Al-Awwan
3. Abdurrahman bin Auf
4. Sa’d bin Abi Waqqash
5. Thalhah bin Ubaidillah
Mereka ini juga termasuk orang-orang yang lebih
dahulu masuk islam, kawanan pertama dan fajar islam. Ada juga kawanan lainnya
yang termasuk orang-orang yang pertama masuk islam, yaitu :
1. Bilal bin Rabbah
2. Abu
Salamah bin Abdul Asad
3. Amir bin Al-Jarrah
4. Al- Arqam
bin Abil Arqam
5. Fathimah bin Al-khattab
6. Khabbab
bin Al-Arrat
6. Dan banyak lagi lainnya
Setelah melihat beberapa
kejadian disana-sini, ternyata dakwah islam sudah didengar orang-orang Quraisy
pada tahapan ini, sekalipun dakwah itu masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi
dan perorangan. Namun mereka tidak ambil peduli.
Selama tiga tahun dakwah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan
perorangan. Selama jangka waktu ini telah terbentuk sekelompok orang-orang
mukmin yang senantiasa menguatkan hubungan persaudaraan dan saling
bahu-membahu. Penyampaian dakwah terus dilakukan, hingga turun wahyu yang
mengharuskan Rasulullah SAW menampakkan dakwah kepada kaumnya. Menjelaskan
kebatilan mereka dan menyerang berhala-berhala sesembahan mereka.
2. Tahap Kedua (Dakwah islam secara Terang-Terangan)
Langkah pertama yang
dilakukan Rasulullah ialah dengan mengundang kerabat dekat. Beliau mengundang
Bani Hasyim dan beberapa orang Bani Al-Muthalib bin Al-Manaf. Beliau menyeru
kepada kaumnya kepada Allah dan berserah diri kepada RabbNya. Namun dari sekian
banyak yang datang, semua menentang Rasulullah, hanya Abu Thaliblah yang
mendukung dan memerintahkan melanjutkan perjuangan Rasul, tetapi Abu Thalib
tidak punya pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul Al-Muthalib.
Setelah Nabi SAW merasa
yakin terhadap dukungan dan janji Abu Thalib untuk melindunginya dalam
menyampaikan wahyu Allah, maka suatu hari beliau berdiri diatas Shafa, lalu
berseru :
“ Wahai semua orang!” maka semua orang berkupul memenuhi seruan
beliau, lalu beliau mengajak mereka kepada tauhid dan iman kepada risalah
beliau serta iman kepada hari akhirat.”
Dari yang hadir disitu, Abu Lahab angkat bicara “ Celakalah engkau
untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan kami.”
Lalu turun ayat “ Celakalah kedua tangan Abu Lahab”
Seruan beliau semakin menggema seantero Mekkah, hingga kemudian turun QS.
Al-Hijr:94 : “ Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik. ”Maka Rasulullah langsung bangkit menyerang berbagai khurafat dan
kebohongan syirik. Menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama
sekali tidak memiliki nilai.
Mekkah berpijar dengan api
kemarahan, bergolak dengan keanehan dan pengingkaran, tatkala mereka mendengar
suar yang memperlihatkan kesesatan orang-orang musyrik dan para penyembah
berhala. Suara itu seakan akan petir yang membelah awan, berkilau, menggelegar
dan mengguncang udara yang tadinya tenang. Orang-orang Quraisy bangkit untuk
menghadang revolusi yang datang secara tak terduga ini, dan yang dikhawatirkan
akan merusak tradisi warisan mereka.
Orang-orang Quraisy
bingung, karena sepanjang sejarah nenek moyang mereka dan perjalanan kaumnya,
mereka tidak pernah mengetahui bandingan yang seperti itu. Setelah menguras
pikiran, tidak ada jalan lain lagi bagi mereka menghadapi orang yang jujur dan
dapat dipercayai ini (Muhammad SAW) kecuali mendatangi paman beliau, Abu
Thalib. Mereka meminta kepadanya agar menghentikan segala apa pun yang
diperbuat anak saudaranya.
Dengan perkataan yang
halus dan lemah lembut, Abu thalib menolak permintaan mereka. Maka mereka pun
pulang dengan tangan hampa sehingga Rasulullah bisa melanjutkan dakwah,
menampakkan agama Allah dan menyeru kepadaNya.
Semenjak penolakan itu, dan orang-orang Quraisy tahu bahwa Muhammad SAW
sama sekali tidak menghentikan dakwahnya, maka mereka memeras pikiran dan
menyimpulkan untuk membenamkan dakwah ini.
Beberapa cara penghadangan mereka terhadap dakwah Rasulullah SAW, yaitu :
1)
Dengan ejekan dan penghinaan, olok-olok dan penertawaan. Hal ini mereka
maksudkan untuk melecehkan orang-orang muslim dan melemahkan kekuatan mental
mereka.
2)
Menjelek-jelekkan ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan, menyebarkan
anggapan-anggapan yang menyaksikan ajaran-ajaran beliau dan diri beliau.
3)
Melawan Al-Qur’an dengan dongeng orang-orang dahulu dan menyibukkan
manusia dengan dongeng-dongeng itu, agar mereka meninggalkan Al-Qur’an.
4)
Menyodorkan beberapa bentuk penawaran, sehingga dengan penawaran itu
mereka berusaha untuk mempertemukan islam dan jahiliyah ditengah jalan.
5)
Berbagai macam tekanan dan penyiksaan terhadap pengikut-pengikut
Rasulullah SAW.
6)
Pemboikotan secara menyeluruh
terhadap pengikut Muhammad SAW.
Dari hari ke hari penyiksaan dan tekanan yang dilancarkan orang-orang
Quraisy semakin menjadi-jadi. Hingga
Rasulullah menyuruh kaumnya untuk hijrah dan berdakwah keluar Mekkah.
3. Tahap Ketiga (Dakwah islam diluar Mekkah)
Karena keadaan semakin
mendesak, tekanan disana sini terhadap pengikutnya, Rasulullah memerintahkan
agar kaumnya hijrah dan mendakwahkan islam ke Habasyah. Rasulullah tahu bahwa
raja yang berkuasa adalah seorang raja yang yang adil, tak bakal ada seorang
pun yang teraniaya disisinya.
Pada bulan Rajab tahun kelima dari nubuwah, sekelompok sahabat hijrah
yang pertama kali ke Habasyah, terdiri dari dua belas orang laki-laki dan empat
orang wanita, yang dipimpin Utsman bin Affan.
Karena siksaan dan penindasan yang ditimpakan orang-orang Quraisy semakin
menjadi-jadi, Nabi SAW tidak melihat cara lain kecuali memerintahkan mereka
untuk hijrah untuk kedua kalinya. Kali ini hijrah berjumlah delapan puluh tiga orang laki-laki dan delapan
belas wanita. Sementara itu, Rasulullah SAW tetap berada di Mekkah untuk terus
mendakwahkan Agama Allah buat penduduk Mekkah.
Banyak kejadian yang
terjadi setelah Rasulullah menetapkan perintah kepada pengikutnya untuk hijrah
ke Habasyah. Dari keislamannya Umar bin Khattab dan Hamzah bin Abdul Muthalib,
yang membuat islam semakin kuat, hingga keadaan duka hati Rasulullah atas
meninggalnya paman beliau Abu Thalib dan Istri beliau Khadijah binti Khuwailid.
Pada tahun kesepuluh dari
nubuwah, Rasulullah SAW pergi ke Thaif, beliau pergi dengan berjalan kaki.
Dengan didampingi pembantunya Zaid bin Haritsah, beliau mengajak penduduk
setiap kabilah yang ia lalui kepada islam. Namun tak satu pun yang memenuhinya.
Sesampainya di
Thaif, beliau menyeru agama Allah kepada pemimpin Bani Tsaqif. Namun semua
menolaknya dan mencaci maki beliau sambil melempari batu kearah beliau.
Pembantu Nabi SAW, Zaid senantiasa melindungi beliau.
Saat musim
haji tiba, beliau kembali ke Mekkah dan berdakwah kepada orang-orang yang
melaksanakan haji dari segala penduduk diluar Mekkah. Agama Allah mereka bawa
ke negerinya. Hingga tersebar luaslah islam di jazirah Arab. Diantaranya yaitu
:
1)
Suwaid bin Shamit, Dia adalah seorang penyair yang cerdas dari penduduk
Yatsrib yang juga di juluki Al-Kamil oleh kaumnya.
2)
Iyas bin Mu’adz, Dia seorang pemuda belia dari Yatsrib.
3)
Abu Dzarr Al-Ghifary, Dia termasuk penduduk pinggiran Yatsrib.
4)
Thufail bin Amr Ad-Dausy, Dia seorang Penyair cerdas dan pemimpin Kabilah
Daus.
5)
Dhimad Al-Azdy, Dia berasal dari Azd Syanu’ah dari Yaman.
Dalam beberapa waktu,
sampailah islam ke penjuru jazirah Arab, hingga ke Madinah, islam di Madinah
disambut baik oleh penduduk. Dakwah berhasil di bumi Yatsrib ini. Semua
ketentuan Allah membuat islam semakin bercahaya dan bersinar.
C. Periode Madinah:
Nabi Muhammad sebagai
Pemimpin Agama dan Pemerintahan
Periode madinah bagi Nabi
adalah masa ketika beliauberada di kota Madinah sejak hijrah sampai beliau wafat. Masa antara hijriah Nabi
pada hari jum’at tanggal 12 Rabiul Awwal 1 H (tahun ke-13 dari kenabian)sampai
beliau wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awwal 11 H/8 Juni 6232 M adalah 10
tahun. Hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah, bukanlah karena beliau
merasa takut terhadap ancaman orang-orang Quraisy, tetapi sebagai strategi
perkembangan islam.
Ada beberapa faktor yang
menunjukan bahwa Madinah sebagai alternatif terpilih dalam rangka mengembangkan
Islam secara modinal dan universal, diantaranya:
1.
Madinah tanahnya subur, sehingga memungkinkan secara finansial dan materi
harta umat islamnya menjadi instrukturnya.
2.
Adanya dukungan sahabat penolong (Anshar) yang secara meyakinkan siap
berkorban jiwa dan raga mereka demi pengembangan islam
3.
Adanya hasrat kuat suku-suku Aus dan Khazraj yang merupakan mayoritas
madinah, yang selama ini berperang saling memusnahkan satu sama lain, ingin
berdamai.
Pada periode madinah, Nabi
berperan sebagai kepala agama dan kepala
pemerintahan. Peran kepala agama telah beliau sandang sejak diangkat menjadi
Rasul Allah ketika menerima wahyu yang pertama di gua hira Mekah. Adapun proses
pengangkatan Nabi sebagai kepala negara, diawali dari pemerintahan kesediaan
oleh para wakil suku-suku Aus dan Khazaj yang berjumlah 73 orang dalam berbaiat
aqabah II yang pada akhirnya diaklamasikan kepada semua warga Madinah bahwa Dia
adalah hakam mereka.
Berkenaan di fungisikan
sebagai hakam, secara teoritis, sama dengan menjadikannya sebagai embrio kepala
negara. Pada masyarakat yang sederhana, nilai-nilai kekuasaan yang legislatif,
yudikatif, dan eksekutif. Langkah-langkah Nabi Muhammad saw. Dalam membangun
masyarakat islam di Yastrib adalah:[10]
1)
Mengubah nama Yastrib menjadi
madinah (madinat al-Rasul, madinat al-nabi, madinat atau madinat al-munawwarat)
yang menggambarkan cita-cita Nabi membentuk sebuah masyarakat yang tertib ,
maju, dan peradaban.
2)
Mendirikan mesjid, selain
tempat shalat juga menjadi sarana musyawarah untuk mempersatukan kaum muslimin
dan merundingkan masalah-masalah yang dihadapinya serta sebagai pusat kegiatan
pemerintahan.
3)
Membentuk kegiatan persaudaraan
(mu’akhat), yaitu mempersaudarakan kaum muhajirin (orang-orang yang hijrah dari
mekkah ke Yastrib) dengan Anshar (orang-orang yang menerima dan membantu
kepindahan muhajirin di Yastrib) yang diharapkan dapat mengikat kaum muslimin
dala satu persaudaraan dan kekeluargaan.
4)
Membentuk persahabatan dengan pihak-pihak yang lain yang tidak beragama
islam.
5)
Memebentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi ganguan-ganguan yang
dilakukan oleh musuh.
Menurut Munawir Sadzali,[11] belum cukup dua tahun Nabi
tinggal di Madinah, beliau mengumandangkan Piagam Madinah yang mengatur
kehidupan dan hubungan antara komunitas-komunitas yang merupakan
komponen-komponen masyarakat yang majemuk di Madinah. Piagam Madinah tersebut dianggap oleh para pakar
ilmu politik islam sebagai konstitusi atau undang-undang dasar bagi negara isla
pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw. di Madinah. Dengan demikian,
Nabi bukan saja sebagai kepala pemerintahan, namun beliau juga sebagai pendiri
negara Islam pertama di muka bumi ini.
Menurut Munawir Sadzali, batu-batu dasar yang telah diletakan oleh Piagam
Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di
Madinah adalah: 1. Semua pemeluk
islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas. 2.
Hubungan antara sesama anggota komunitas islam dan antara anggota komunitas
islam dengan anggota komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip:
(a) Bertetengga baik; (b) Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; (c)
Membela mereka yang teraniaya; (d) Saling menasehati; dan (e) Menghormati
kebebasan beragama.
Sementara itu, W.Montgomery Watt dalam Jaih Mubarok menyatakan bahwa
bagian-bagian Piagam Madinah yang terpenting yang menggambarkan bentuk Negara Madinah
adalah: (a) orang-orang beriman dan yang mengikuti mereka adalah suatu
komunitas yang utuh (pasal 1); (b) setiap suku atau bagian dri suku masyarakat
Madinah bertanggung jawab terhadap harta rampasan atau uang tebusan atas nama
masing-masing anggotanya (pasal 2-11); (c) setiap anggota masyarakat diharapkan
menunjukan kekompakan dalam menghadapi tindakan kriminal sekalipun untuk
keluarga terdekatnya, yang tindakan itu bersangkutan dengan anggota masyarakat
lain (pasal 13 dan 21); (d) setiap anggota masyarakat diharapkan menunjukan
kekompakan dalam menghadapi orang-orng yang tidak beriman, baik dalam situasi
damai maupun perang (pasal 14, 17, 19, 44), dan sohadlidaritas dalam pemberian
perlindungan terhadap tetangga (pasal 15); dan (e) orang yahudi yang berasal
dari berbagai kelompok masyarakat adalah miliknya dan mereka harus menjaga
agama mereka sendiri; mereka dan umat islam harus saling membantu, termasuk
militer apabila diperlukan (pasal 24-35, 37, 38, dan 46).
Dengan demikian, Madinah al-Munawwarah secara teoritis telah memenuhi
syarat untuk dikategorikan sebagai sebuah Negara karena telah memenuhi
unsur-unsur negara. Adapun
unsur-unsur negara yang ada pada negara Madinah adalah: 1). Adanya dimensi
wilayah Madinah, 2). Adanya dimensi penduduk Madinah yang terdiri dari suku
Aus, Khazraj, Anshar, Muhajirin, Yahudi, Nashrani, dll. 3). Adanya Muhammad
sebagai penguasa (Kepala Negara), dan 4). Adanya Piagam Madinah yang di jadikan
undang-undang di samping al-Qur’an dan sunnah rasul.
Negara Madinah telah memenuhi
syarat untuk dikatakan sebagai negara yang berdaulat karena memiliki beberapa
sifat Negara yang berdaulat.
a.
Bersifat memaksa, artinya agar negara dapat tertib dan aman, negara
berkuasa untuk menggunakan kekerasan secara fisik, sekaligus agar peraturan
dapat ditaati sehingga tidak menimbulkan anarki.
b.
Bersifat monopoli, artinya dalam menetapkan rencana-rencana untuk
mencapai tujuan bersama dari masyarakat, Negara mempunyai hak monopoli.
c.
Bersikap mencakup semua, artinya semua aturan diberlakukan untuk semua
rakyat tanpa kecuali.
Negara Madinah mempunyai fungsi sebagai berikut:
1)
Perlindungan konstitusional. Selain syari’at islam melindungi hak-hak
individu seperti: hak hidup, hak kemerdekaan, hak mencari pengetahuan, ha katas
penghargaan, hak mempunyai milik, juga menentukan prosedur-prosedur untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak tersebut juga syari’at memberikan
perlindungan hak-hak sosial.
2)
Independensi dlam membuat keputusan. Nabi secara pribadi danpara
sahabatnya yang mewakili badan/lembaga yudikatif, secara sadar terhadap anaknya
sendiri, kalau memang dia mencuri, maka akan dipotong pula tangannya.
3)
Diberikan kebebasan bagi rakyat dalam mengeluarkan pendapat. Barang kali
tidak ada satupun agama di dunia ini yang memberi kebebasan terhadap rakyatnya
untuk menyampaikan pendapat selain islam.
Nabi mempunyai sifat-sifat yang sangat layak untuk
menduduki jabatan kepala Negara diantaranya:
1)
Keilmuan. Dalam hal keilmuan, nabi mempunyai sumber ilmu yang menjadikan
sangat cakap dalam menjalankan roda pemerintahannya sebagaimana tertera dalam
Q.S annisa ayat:113
2)
Kecakapan. Mengorganisasikan seluruh teori-teori yang ada. Ini njuga di
sebabkan oleh adanya posisi nabi yang secara khusus di jadikan oleh Tuhan
sebagai prototipe/foto model mengenai bagaimana meragakan sebuah ayat suci
Al-Quran.
3)
Sikap mental yang mulia. Nabi adalah manusia yang banyak di puji oleh
kawan maupun lawan, semua itu karena muhammad adalah orang yang sangat
mencintai dan menyayangi makhluk Tuhan bukan hanya manusia, sekaligus dia adalah
manusia yang sangat santun lagi lemah lembut pada musuh amanah dalam
perjanjian, benar dalam kata dan perbuatan.
1.
Strategi
Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi
dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
- Berdakwah dimulai dari
diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini kebenaran
Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang
berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan
ajarannya.
- Cara (metode) melaksanakan
dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 125.
Artinya: “Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl,
16: 125).
c.
Berdakwah
itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah
SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104).
d.
Berdakwah
dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya,
selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi
dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam
membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah
masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga
terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur,
yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah
naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.[12]
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti
tersebut adalah:[13]
1. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah
SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya
Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada
setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan
menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah
Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum
Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan
oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman
bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa
Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
a. Masjid
sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
- Masjid merupakan sarana
ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Tarawih, shalat
Idul Fitri dan Idul Adha.
- Masjid merupakan tempat
belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an
dan Hadis.
- Masjid sebagai tempat
pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah
Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
- Menjadikan masjid
sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat,
infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya,
terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
- Menjadikan halaman
masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan para penderita
sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang
melawan orang-orang kafir.
2.
Mempersaudarakan
Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang
berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli
Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab
tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud
persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin
mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab
(seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya
orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai
saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh
sahabat misalnya:[14]
a. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang
pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang
kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
- Abu Bakar ash-Shiddiq,
bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
- Umar bin Khattab
bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).
- Abdurrahman bin Auf
bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk
Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang-
sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata
membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang
lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan
tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin
berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum
Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk
mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi
pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani
kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian
oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang
disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa).
Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara
bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari dan
menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain.
Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir,
mereka ikut berperang.
1.
Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah,
penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani
Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk
Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan
ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama
orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan
masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau
bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam
yang adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini
dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk
Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara
lain berisi:[15]
a.
Setiap
golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan
dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak
menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan
kepada orang yang mematuhi peraturan.
- Setiap individu
penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
- Seluruh penduduk kota
Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang Arab
yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam
bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh
penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
- Rasulullah SAW adalah
pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar
yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili
sebagaimana mestinya.
2.
Pembangunan
pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah,
masyarakatnya terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin
dan kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala.[16] Pada awalnya, mereka semua
menerima kedatangan Nabi dan umat Islam. Namun setelah masyarakat muslim
berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan
tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata
sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat
Islam, Nabi saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara
untuk kalangan non muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi
dan umat Islam yang tertuang di dalam Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam,
sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam
merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga
tampil sebagai seorang Kepala Negara (khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap
sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat
mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat
peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat,
peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
D. Peperangan Pada
Masa Nabi Muhammad
1.
Perang
Badar Al-Kubra (2 H)
Perang Badar terjadi di Lembah Badar, 125 km
selatan Madinah. Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum muslim
Madinah dan musyrikin Quraisy Mekah. Peperangan ini disebabkan oleh tindakan
pengusiran dan perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh musyrikin
Quraisy.
perang pertama yang dilakukan kaum muslimin.
Sekaligus peristiwa paling penting bagi sejarah perkembangan da’wah Islam.
Meski dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dibanding kekuatan musuh, dengan
pertolongan Allah, kaum muslimin berhasil menang menaklukkan pasukan kafir.
Rasulullah SAW berngkat bersama tigaratusan orang
sahabat dalam perang Badar. Ada yang mengatakan mereka berjumlah tiga ratus
tiga belas, tiga ratus empat belas, dan tiga ratus tujuh belas orang. Mereka
kira-kira terdiri dari 82 atau 86 Muhajirin serta 61 kabilah Aus dan 170
kabilah Khazraj. Kaum muslimin memang tidak berkumpul dalam jumlah besar dan
tidak melakukan persiapan sempurna. mereka hanya memiliki dua ekor kuda, milik
Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Aswad al-Kindi. Di samping itu mereka hanya
membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara bergantian, setiap onta untuk
dua atau tiga orang. Rasulullah saw sendiri bergantian mengendarai onta dengan
Ali dan Murtsid bin Abi Murtsid Al-Ghanawi.
Sementara jumlah pasukan kafir Quraisy sepuluh kali lipat. Tak kurang
seribu tiga ratus prajurit. Dengan seratus kuda dan enam ratus perisai, serta
onta yang jumlahnya tak diketahui secara pasti, dan dipimpin langsung oleh Abu
Jahal bin Hisyam. Sedangkan pendanaan perang ditanggung langsung oleh sembilan
pemimpin Quraisy. Setiap hari, mereka menyembelih sekitar sembilan atau sepuluh
ekor unta.
Akhir pertempuran pasukan Muslimin memenangkan peperangan Badar Al-Kubra
ini. Terdapat sekitar 68 orang tawanan perang (Suku Quraish) yang diperintahkan
oleh Rasulullah SAW untuk diperlakukan dengan baik, sabdanya SAW:
“Perlakukanlah tawanan itu dengan baik.” Sebahagian tawanan menebus kebebasan
mereka dengan membayar antara seribu Dirham sampai empat ribu Dirham karena
mereka orang kaya. Sementara ada sebahagian tawanan yang dibebaskan tanpa
membayar tebusan karena mereka tergolong miskin. Dan ada sebahagian lagi yang
dibebani mengajar anak-anak kaum Muslimin sebelum dibebaskan karena mereka
adalah di antara orang-orang yang terpelajar.
2.
Perang
Uhud (3 H)
Kekalahan di Badar menanamkan dendam mendalam di hati kaum kafir Quraisy.
Mereka pun keluar ke bukit Uhud hendak menyerbu kaum Muslimin. Pasukan Islam
berangkat dengan kekuatan sekitar seribu orang prajurit, seratus diantaranya
menggunakan baju besi, dan lima puluh lainnya menunggang kuda.
Di sebuah tempat bernama asy-Syauth, kaum muslimin melakukan shalat
subuh. Tempat ini sangat dekat dengan musuh sehingga mereka bisa dengan mudah
saling melihat. Ternyata pasukan musuh berjumlah sangat banyak. Mereka
berkekuatan tiga ribu tentara, terdiri dari orang-orang Quraisy dan sekutunya.
Mereka juga memiliki tiga ribu onta, dua
ratus ekor kuda dan tujuh ratus buah baju besi.
Pada kondisi sulit itu, Abdullah bin Ubay, sang munafiq, berkhianat
dengan membujuk kaum muslimin untuk kembali ke Madinah. Sepertiga pasukan, atau
sekitar tiga ratus prajurit akhirnya mundur. Abdullah bin Ubay mengatakan,
“Kami tidak tahu, mengapa kami membunuh diri kami sendiri?”
Setelah kemunduran tiga ratus prajurit tersebut, Rasulullah melakukan
konsolidasi dengan sisa pasukan yang jumlahnya sekitar tujuh ratus prrajurit
untuk melanjutkan perang. Allah memberi mereka kemenangan, meski awalnya sempat
kalah.
3.
Perang
Khondak (5 H)
Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar kota Madinah bagian utara. Perang
ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab (Perang Gabungan). Perang Khandaq
melibatkan kabilah Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi Muhammad SAW.
Mereka bekerjasama melawan Nabi SAW. Di samping itu, orang Yahudi juga mencari
dukungan kabilah Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja', Bani
Sulaim, Bani Sa'ad dan Ka'ab bin Asad. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab,
membuahkan hasil. Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum muslim.
Berita penyerangan itu didengar oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum muslim segera
menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghasapo pasukan musuh. Salman
al-Farisi, sahabat Nabi SAW yang mempunyai banyak pengalaman tentang seluk
beluk perang, mengusulkan untuk membangun sistem pertahanan parit (Khandaq). Ia
menyarankan agar menggali parit di perbatasan kota Madinah, dengan demikian
gerakan pasukman musuh akan terhambat oleh parit tersebut. Usaha ini ternyata
berhasil menghambat pasukan musuh.
4.
Perang
Mu’tah
Perang Mu’tah merupakan pendahuluan dan jalan pembuka untuk menaklukkan
negeri-negeri Nasrani. Pemicu perang Mu’tah adalah pembunuhan utusan
Rasulullah bernama al-Harits bin Umair yang diperintahkan menyampaikan surat kepada pemimpin
Bashra. Al-Harits dicegat oleh Syurahbil bin Amr, seorang gubernur wilayah Balqa
di Syam, ditangkap dan dipenggal lehemya. Untuk perang ini, Rasulullah
mempersiapkan pasukan berkekuatan tiga ribu prajurit. Inilah pasukan Islam
terbesar pada waktu itu.
Mereka bergerak ke arah utara dan beristirahat di Mu’an. Saat itulah
mereka memperoleh informasi bahwa Heraklius telah berada di salah satu bagian
wilayah Balqa dengan kekuatan sekitar seratus ribu prajurit Romawi. Mereka
bahkan mendapat bantuan dari pasukan Lakhm, Judzam, Balqin dan Bahra kurang
lebih seratus ribu prajurit. Jadi total kekuatan mereka adalah dua ratus ribu
prajurit.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nabi Muhammad lahir pada hari
Senin tanggal 12 Rabia’ul Awal tahun gajah yang bertepatan pada tanggal 20
April 570 M. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang
suku Quraisy yang besar pengaruhnya, dan Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari
Bani Zuhrah. Pada saat Nabi Muhammad
berusia 25 tahun, beliau menikah dengan Siti Khadijah yang berusia 40 tahun.
Pernikahannya dengan Khadijah melahirkan 6 orang anak.
Pada Periode Mekkah Nabi Muhammad sebagai pemimpin agama dan Beliau melakukan dakwah, 3
tahun secara sembunyi-sembunyi, secara terang-terangan, dan terakhir melakukan
dakwah di luar Mekkah. Dan pada Periode Madinah Nabi Muhammad sebagai Pemimpin
Agama dan Pemerintahan.
Beliau hijerah ke Yatsrib pada hari jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awwal 1 H
(tahun ke 13 dari kenabian) adalah 13 tahun 6 bulan. Masa antara hijriah Nabi pada
hari jum’at tanggal 12 Rabiul Awwal 1 H (tahun ke-13 dari kenabian)sampai
beliau wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awwal 11 H/8 Juni 6232 M adalah 10
tahun.
B. Saran
Kami selaku penyusun makalah yang berjudul “Pada
Masa Nabi Muhammad” mohon kepada para pembaca, Dosen pembimbing, dan
teman-teman Mahasiswa untuk memberikan saran, kritik atau masukan yang bersifat
membangun demi tersusunnya makalah yang secara sempurna agar pembuatan makalah
selanjutnya sempurna, karena kami yakin dengan kelemahan dan kekurangan
pengetahuan kami tentang penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ratu suntiah, M.Ag. dkk. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Insan
Mandiri.
Dr. Badri Yatim, M.A. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grafindo.
Dedy Supriyadi, MA. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung: Pustaka Setia.
http://tinakh68.blogspot.com/2010/11/spi-pada-masa-nabi-muhammad-saw.html sabtu 15 februari jam 10.38
mhttp://sejarah.kompasiana.com/2013/02/13/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-rasulullah-saw-533931.htmlaupun
Madinah.
Rabu, 26 Februari 2010 14.26
http://zhye.wordpress.com/2009/07/06/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode-mekah/
Rabu, 26 Februari 2010
14.40
Rabu, 26 Februari 14.52
Rabu, 26 Februari 2014 14.50
[1]
M. Dawam Raharjo. 1990. Dalam kata pengantar “Sirrah Muhammad Rasulullah suatu
Penafsiran Baru ”. Bandung: Mizan, h. 16
[2]
Ensiklopedia Islam, Op. Cit., h. 261. Pendapat lain ada yang menyatakan bahwa
Siti Aminah meninggal ketika Nabi berusia empat tahun, lihat. Kantor Bimbingan,
Op.cit., h. 14.
[3]Depdikbud.
1989. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, h. 684.
[5]
Ahmad Syalabi, Op. Cit., h. 84.
[6]Al-Ghazali,
Muhammad. tt. Fiqhu al-sirah. Terj. Abu Laila. Bandung: Al-Maarif, h. 43.
[7]
W. Montgomery Watt. 1969. Muhammad Prophet and Statesman. Cep. 12. London:
Oxford University Press, h. 56.
[8]
Harun Nasution. 1986. Akal dan Wahyu dalam Islam. Cet. 2. Jakarta: UI-Press, h.
27.
[9]
Al-Ghazali, Muhammad, Ibid.
[10]Jain
Mubarak. 2004. Sejarah peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, h.
29-30.
[12]
http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-madinah.html, di akses pada 14 Maret 2013.
[13]
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam,
Semarang: PT Karya Toha Putra, 2009, hal. 18.
[15]
Samsul Munir, Op. Cit, hal.
69.
[16]
Murodi, Loc. Cit, hal. 20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar